oleh

Polemik Honorer Kontrak Kembali Mencuat, Magrizan Koreksi Kebijakan Mulkan

Sungailiat, DiksiNews – Ihwal wacana pemangkasan honorer kontrak di Pemerintahan Kabupaten Bangka oleh Bupati Mulkan, seperti yang pernah ia sampaikan beberapa waktu lalu di media massa, turut disoroti oleh Magrizan selaku Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bangka.

Magrizan tak menampik keberadaan honorer kontrak saat ini ia katakan masih dibutuhkan sebagai tenaga perbantuan bagi ASN dalam mengoptimalkan tugas dan kinerja pemerintahan.

Namun kapasitasnya yang sangat besar ia rasa tidak produktif lagi terhadap pengelolaan anggaran daerah secara efisien, apalagi ketika APBD Kabupaten Bangka saat ini sedang mengalami krisis fiskal.

“Kebijakan Bupati Bangka merekrut tenaga kontrak secara massif saya pikir tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sekarang mungkin baru terasa beban anggarannya. Kebijakan ini saya nilai seperti buah simalakama, yang menunjukan ketidak-konsistenan Pemkab Bangka,” ujarnya menanggapi wacana pemangkasan 50 persen honorer kontrak dari 3000 lebih jumlah total yang terdata.

Padahal menurutnya dalih Mulkan saat membuka rekrutmen honorer kontrak secara massif pada tahun pertama ia menjabat, beralasan untuk mengurangi pengangguran.

“Saya sedari awal sangat tidak setuju dan selalu mengkritik kebijakan Bupati Bangka merekrut tenaga kontrak secara massif ini, apalagi dilakukan secara tidak transparan,” kritiknya tegas.

Ia sinyalir kalau mekanisme rekrutmennya yang selama ini tanpa melalui proses seleksi secara transparan dan akuntabel, menjadi sebab peningkatan jumlah honorer kontrak yang semula hanya 2.150 pegawai, kini membludak menjadi 3000 lebih pegawai, termasuk tambahan jumlah GTT/PTT.

Adapun konsekuensi politis pembengkakan jumlah honorer kontrak itu papar Magrizan sampai harus menguras APBD Kabupaten Bangka tahun 2020 hingga—kurang/lebih—Rp90 miliar hanya untuk kebutuhan alokasi gajinya saja.

Ia katakan kalau dirinya pun sudah berusaha optimal menjalankan fungsi kontrol ‘kedewanan’ untuk mengawasi dan merasionalisasikan kebijakan rekrutmen honorer kontrak sesuai dengan aturan hukum yang ada dan berlaku melalui komisi yang ia naungi.

Bahkan pihaknya turut memanggil Kepala BKPSDMD selaku perwakilan dari pihak eksekutif untuk menanyakan hal tersebut secara langsung, dikarenakan polemik tenaga kontrak saat itu sempat menjadi gunjingan publik.

“Sudah jadi rahasia umum [kalau] peningkatan jumlah tenaga kontrak secara drastis ini [kuat dugaan] merupakan balas jasa politik kepala daerah kepada relawan, simpatisan, maupun pendukung yang dulu [saat] pelaksanaan Pilkada 2018. Sehingga mungkin baru terasa setelah 2,5 tahun masa kepemimpinan bahwa jumlah honorer/tenaga kontrak yang besar sangat membebani anggaran daerah, sehingga sulit untuk melakukan prioritas kebijakan pada sektor lainnya mengingat anggaran APBD Kabupaten Bangka [saat ini] sangat terbatas,” cetus anggota dewan asal Hanura ini.

Magrizan mengingatkan wacana pemangkasan itu pun mesti dipikirkan secara matang, objektif, dan rasional sesuai keperluan birokrasi ke depan.

Sebab menurut amatannya, hulu masalah ini justru berawal dari Pemkab Bangka itu sendiri—dalam hal ini yang ia maksudkan ialah kebijakan bupati—yang kurang cermat menganalisis kebutuhan penambahan honorer kontrak dari berbagai aspek, semisal fungsi kepegawaian dan aspek kualitatif.

Perihal pemberlakuan SKP (Standar Kinerja Pegawai) sebagai indikator evaluasi kinerja honorer kontrak pun dinilai Magrizan sebagai kebijakan yang tidak tepat sasaran. Sebab bila merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019, ia katakan SKP hanya diberlakukan untuk kalangan PNS saja.

Namun ia juga berharap bila kebijakan pemangkasan nanti dilaksanakan, maka harus lah mengedepankan asas profesionalisme, dan tanpa dibumbui tendensi politik. Karena menurutnya masih ada honorer kontrak yang kompeten patut dipertahankan, yang bahkan sudah bekerja jauh sebelum era bupati sekarang menjabat.

Selain itu, Magrizan menyarankan agar Pemkab Bangka turut pula memerhatikan potensi resiko atau masalah baru yang ditimbulkan bila kebijakan pemangkasan itu memang terlaksana, seperti pengangguran, misalnya.

Karena itu ia berharap Pemkab Bangka dapat menyusun solusi untuk honorer-honorer kontrak yang nantinya akan tersisihkan, apalagi di masa pandemi seperti sekarang yang membuat kondisi perekonomian nasional sedang berstatus resesi.

“Saya pun berharap Pemda dapat melakukan inovasi-inovasi dan terobosan untuk membuka lapangan kerja baru di daerah. Mengadakan pelatihan-pelatihan UMKM dan mendatangkan investasi serta bekerjasama dengan pihak BUMN maupun swasta yang ada di Kabupateb Bangka. Agar lulusan SMA sederajat maupun perguruan tinggi bisa terserap ke sektor-sektor lapanga kerja lainnya, yang lebih produktif dan tidak bergantung pada pemerintah daerah saja,” tutup Magrizan memberi pandangan secara solutif.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *